Pesan Terakhir Prabu Brawijaya kepada Sunan Kalijaga


Sahid, sepeninggalku, kamu harus
bisa momong anak-cucu-ku.
Terutama aku titipkan anak ini
(Raden Bondhan Kajawan).
Momonglah dia hingga seluruh
keturunannya. Jika memang nanti
ada keberuntungan baginya, kelak
anak inilah yang akan menurunkan
lajere tanah Jawa. Dan lagi pesanku
kepadamu, jikalau nanti aku sudah
berpulang ke zaman keabadian,
makamkan aku di Majapahit,
buatkanlah aku makam di sebelah
timur laut Kolam Segaran. Namailah
makamku “Sastrawulan”. Dan
sebarkan berita bahwasanya yang
dimakamkan di situ adalah istriku,
Putri Cempa.
Sastra bermakna tulisan, wulan
bermakna pelita dunia (rembulan).
Ini melambangkan keutamaanku
yang hanya seperti rembulan (tidak
ajek seperti matahari). Jika masih
ada cahaya rembulan, kelak, biar
semua orang Jawa tahu bahwa saat
diriku mangkat, aku telah memeluk
agama Islam. Dan aku meminta
kepadamu agar kelak kamu
mengabarkan bahwa yang
dimakamkan di sana adalah Putri
Cempa, bukan aku, sebab aku telah
dianggap seperti wanita
(disepelekan) oleh anakku sendiri,
tidak lagi dianggap sebagai lelaki,
hingga sedemikian teganya dia
menyia-nyiakan ayahnya sendiri.
Selesai memberikan wasiat, Sang
Prabu segera bersedekap, lalu
meninggal dunia. Jenazahnya lantas
dimakamkan di Astana Sastrawulan,
Majapahit. Hingga hari ini, makam
Prabu Brawijaya terkenal sebagai
makam Putri Cempa. Padahal, Putri
Cempa meninggal di Tuban,
makamnya berada di Karang
Kumuning.
 
Sumber : Kompasiana

Komentar

Postingan Populer